Friday, March 4, 2016

KESEHATAN MENTAL (Pengantar)

Secara etimologis, kata "mental" berasal dari bahasa latin, yaitu "mens" atau "mentis" yang artinya roh, sukma, jiwa atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang artinya ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental termasuk dalam hygiene mental (ilmu kesehatan mental).

Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak, ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.

A. Orientasi Kesehatan Mental

Menurut WHO, kesehatan mental adalah suatu kondisi ‘sejahtera’ dimana individu dapat merealisasikan kecakapannya, dapat melakukan coping terhadap tekanan hidup yang normal, bekerja dengan produktif dan memiliki konstribusi dalam kehidupan di komunitasnya.
Menurut Jahoda (Ihrom, 2008), kesehatan mental mencakup :
a) Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri, kemampuan mengenali diri dengan baik.
b) Pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang baik.
c) Keseimbangan mental, kesatuan pandangan dan ketahanan terhadap segala tekanan.
d) Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e) Persepsi mengenai realitas, terbebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
f) Kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan.
Assagioli, (Ihrom, 2008) mendefinisikan, kesehatan mental adalah terwujudnya integritas kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, dan ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain.
(Zakiyah Darojah, 1975) kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Secara garis besar, kesehatan mental merupakan kondisi yang bersifat kontinum, dimana setiap kondisi kesehatan mental individu memiliki berbagai nilai yang berbeda-beda serta sulit untuk dikenali kecuali menunjukkan ‘gejala’ yang menonjol.
B. Konsep Sehat
Konsep sehat didefinisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan faktor lingkungan yang dimiliki. Sehat dapat dikatakan, suatu kondisi normal (baik) secara fisik, emosi (EQ), intelektual (IQ), spritual (SQ) dan juga sosial. Dari pernyataan tersebut terdapat beberapa dimensi sehat sebagai berikut:
- Fisik: Dikatakan sehat, bila dalam keadaan fisiologisnya terlihat normal, tidak cacat, dan tidak kekurangan suatu unsur apapun.
- Emosi: Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan kemampuannya untuk mengontrol dan mengekspresikan perasaannya (marah, sedih, atau senang) secara tidak berlebihan, serta mampu mendisiplinkan diri.
- Intelektual: Dikatakan sehat secara intelektual adalah bila seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik dan mampu melihat realitas. Memiliki nalar yang baik dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
- Spiritual: Orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki ketenangan jiwa dengan id mereka secara rohani, dianggap sehat karena tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajaran dan dapar berbpikil rasional.
- Sosial: Dikatakan sehat secara soasialnya apabila seseorang dapat berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya.
C. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
  1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
  2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
  3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
  4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.
D. Pendekatan Kesehatan Mental
Beberapa ahli mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu:

Orientasi Klasik
Orientasi klasik ini banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.

Orientasi Penyesuaian Diri
Pandangan yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian, stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.

Orientasi Pengembangan Potensi
Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.

Jadi, fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental merujuk pada aplikasi dan pengembangan prinsip-prinsip praktis dalam pencegahan, pencapaian, dan pemeliharaan unsur-unsur psikologis dalam diri individu sebagai upaya untuk mengatasi munculnya masalah-masalah mental atau maladjusment. Kesehatan mental selalu terkait dengan; (1) bagaimana individu merespon --memikirkan, merasakan, dan menjalani-- kehidupan sehari-hari, (2) bagaimana individu memandang realitas dirinya sendiri dan orang lain, (3) bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang menimpa dirinya.



Sumber:

No comments:

Post a Comment