Friday, April 22, 2016

HUBUNGAN INTERPERSONAL

Menurut Pearson (1983) manusia adalah makhluk sosial. Artinya kita tidak mungkin menjalin hubungan dengan diri sendiri, kita selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Mencoba untuk mengenali dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi, serta berusaha mempertahankan interaksi tersebut.

Hubungan interpersonal (antarpribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan  biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.

A. Model-Model Hubungan Interpersonal

Untuk menganalisis hubungan interpersonal, menurut Goleman dan Hammen dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) terdapat empat buah model, yaitu:

1. Model pertukaran sosial (social exchange model)

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Pada model ini, orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) menyimpulkan model ini sebagai asumsi dasar bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Terdapat empat konsep pokok dalam model ini, yaitu:
  • Ganjaran: Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai. Nilai suatu ganjaran berbeda antara seseorang dengan orang lain, dan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Contoh: Bagi orang miskin, uang lebih berharga daripada ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang.
  • Biaya: Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri. Biaya juga berubah-ubah sesuai waktu dan orang yang terlibat. Contoh: Bila seorang anak yang miskin berteman dengan sekelompok anak yang kaya. Dalam bergaul, anak miskin ini sering diejek oleh anak-anak kaya tersebut. Anak miskin tersebut mendapat biaya berupa keruntuhan harga diri karena sering diejek oleh teman-temannya.
  • Hasil atau laba: Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi dengan biaya. Bila seorang individu merasa dalam sebuah hubungan tidak memperoleh hasil atau laba sama sekali maka individu tersebut akan mencari hubungan yang lain. Contoh: Apabila kita memiliki sahabat yang egois. Kita tetap akan membantunya, sekadar agar persahabatan dengan orang tersebut tidak putus. Bila  bantuan (biaya) disini ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang diterima, maka kita rugi atau tidak mendapat laba.
  • Tingkat perbandingan: Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran  baku ini dapat berupa pengalaman masa lalu atau alternatif hubungan lain. Contoh: Bila seorang gadis pernah berpacaran dengan seorang pria yang  berjalan sangat bahagia, tetapi akhirnya putus. Saat berpacaran dengan pria lain, maka gadis tersebut akan mengukur ganjaran hubungan tersebut berdasarkan  pengalamannya yang dulu. 

2. Model peranan (role model)

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan “naskah” yang telah dibuat oleh masyarakat. Terdapat empat konsep pokok yang harus diperhatikan dalam model ini untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu:

  • Ekspektasi peranan (role expectation): Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Contoh: Guru diharapkan berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
  • Tuntutan peranan (role demands): Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat  berwujud sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari perannya. Contoh: Guru yang melakukan kekerasan pada anak didiknya akan mendapat sanksi dari pemerintah, yang dapat berupa diberhentikan dari tugasnya untuk mengajar.
  • Keterampilan peranan (role skills): Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang dsebut juga kompetensi sosial. Sering dibedakan antara keterampilan kognitif dengan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif menunjuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya. Sedangkan keterampilan tindakan menunjuk pada kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan. Contoh: Guru memang diharapkan dapat berperan sebagai pendidik yang  bermoral dan menjadi teladan bagi anak didiknya. Untuk itu seorang guru harus  berusaha memberikan ilmunya semaksimal mungkin dan menjaga perilakunya agar dapat mewujudkan harapan tersebut.
  • Konflik peranan: Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif. Contoh: Seorang ayah yang juga berperan sebagai kepala sekolah, harus memberi hukuman pada anaknya yang berbuat kesalahan di sekolah.

3. Model permainan

Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (19964, 1972). Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis transaksional. Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia yaitu:

  • Orang tua (parent), adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan  perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.
  • Orang dewasa (adult), adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional
  • Anak (child), adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan  pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.

Contoh: Suatu hari terdapat seorang suami yang sakit dan meminta perhatian dari istrinya (kepribadian anak). Istri tersebut merawat sang suami seperti seorang ibu (kepribadian orang tua). Namun, bila sang istri tidak menghiraukan dan menyuruh sang suami untuk pergi ke dokter maka inilah kepribadian orang dewasa (kepribadian anak dibalas dengan orang dewasa).

4. Model interaksional (interactional model)

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem, terdiri atas subsistem-subsistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sabagai satu kesatuan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan.

B. Memulai Hubungan Interpersonal

Menurut Baron & Byrne (2006) interpersonal attraction adalah penilaian seseorang terhadap sikap orang lain, di mana penilaian tersebut dapat diekspresikan melalui suatu“dimensi,” daristrong liking sampai dengan strong dislike. Jadi, ketika kita berkenalan dengan orang lain, sebenarnya kita melakukan penilaian terhadap orang tersebut. Apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman atau sebaliknya, hingga mungkin kita memilih untuk tidak melakukan interaksi sama sekali. Konteks penilaian ini adalah dalam melakukan hubungan interpersonal. Dimensi yang dimaksud memuat lima tingkat interaksi, yaitu strong liking, mild liking, neutral, mild dislike, dan strong dislike.

Ketika kita menilai orang yang baru kita kenal dengan kategori evaluasi teman kita(friend), tentu kita akan merasa senang untuk menghabiskan waktu dengan kegiatan bersama,  bahkan mungkin merencanakan untuk dapat bertemu di lain waktu. Namun sebaliknya, ketika kategori evaluasinya adalah pengganggu (annoying), saat ada pertemuan dalam suatu ruangan yang sama, barangkali kita lebih memilih untuk menghindari interaksi dengan orang tersebut dengan melakukan kegiatan lain, misalnya pergi dari ruangan tersebut, pura-pura tidak melihat, ataupun mencari orang yang lebih cocok untuk diajak berbicara. Dalam melakukan hubungan interpersonal, ada tiga faktor yang mempengaruhi  penilaian atau ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction), yaitu faktor internal, eksternal, dan interaksi.

a. Faktor Internal

Faktor internal (dari dalam diri kita) meliputi dua hal, yaitu kebutuhan untuk  berinteraksi (need for affiliation) dan pengaruh perasaan.

  • Kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation): Kadang kita ingin berinteraksi dengan orang lain, namun kadang kita memilih untuk seorang diri. Menurut McClelland, kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan di mana seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan,  bergabung dalam kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati aktivitas  bersama keluarga atau teman, menunjukkan perilaku saling bekerja sama, saling mendukung, dan konformitas. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk  berinteraksi, berusaha mencapai kepuasan terhadap kebutuhan ini, agar disukai, diterima oleh orang lain, serta mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama orang yang mementingkan keharmonisan dan kekompakan kelompok.
  • Pengaruh Perasaan: Sebuah penemuan (dalam Baron & Byrne, 2008) menunjukkan bahwa orang asing akan lebih menyukai jika kita mengucapkan kalimat positif, umpamanya “Kamu memiliki anjing yang bagus” dibandingkan kalimat negatif “Dimanakah kamu menemukan anjing yang buruk itu?” Contoh ungkapan kalimat positif dan negatif tersebut menunjukkan bahwa jika kita membuat orang lain senang ketika kita berjumpa dengannya, maka interaksi akan lebih mudah terjalin. Sebaliknya, ketika kita berjumpa dengan seseorang namun kita membuat perasaannya negatif (kesal atau marah), maka orang tersebut juga akan lebih sulit untuk berinteraksi dengan kita.

b.Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi dimulainya suatu hubungan interpersonal adalah faktor kedekatan (proximity) dan daya tarik fisik.

  • Faktor Kedekatan (proximity): Orang Jawa bilang,“witing tresno jalaran soko nglibet eh kulino” yang maknanya, “ketika kita sering bertemu dengan orang di sekitar kita, maka kita akan terbiasa melihat orang tersebut dan memungkinkan kita untuk menjadi lebih dekat, dan akhirnya saling jatuh cinta”. Menurut Miller & Perlman (2009), kita cenderung menyukai orang yang wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang wajahnya tidak kita kenal.
  • Daya Tarik Fisik: Penelitian mengenai daya tarik fisik (Dion & Dion, 1991; Hatfield & Sprecher, 1986; dalam Baron & Byrne, 2008) menunjukkan bahwa sebagian besar orang  percaya bahwa pria dan wanita “yang menarik” menampilkan ketenangan, mudah  bergaul, mandiri, dominan, gembira, seksi, mudah beradaptasi, sukses, lebih maskulin (untuk pria) dan lebih feminin (untuk wanita). Dalam hubungan interpersonal, orang cenderung memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan dengan orang yang tidak atau kurang menarik, karena orang yang menarik memiliki karakteristik lebih positif. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua orang yang memiliki daya tarik fisik memiliki kepribadian seperti yang kita perkirakan. Jadi, “don’t judge a book by its cover”.

c. Faktor Interaksi

Ada dua hal yang menjadi pertimbangan pada faktor interaksi, yakni persamaan- perbedaan (similarity-dissimilarity) dan reciprocal liking.

  • Persamaan-perbedaan (similarity-dissimilarity): Menyenangkan tentu saja, ketika kita mengetahui bahwa orang yang ada di hadapan kita ternyata memiliki kegemaran yang sama. Miller & Perlman (2009) mengemukakan bahwa sangat menyenangkan ketika kita menemukan orang yang mirip dengan kita dan saling berbagi asal-usul, minat, dan penga-laman yang sama. Semakin banyak persamaan, semakin mereka saling menyukai. Penelitian Gaunt (2006) membuktikan bahwa pasangan suami istri yang memiliki kepribadian yang hampir sama akan memiliki pernikahan yang lebih bahagia daripada pasangan suami istri yang memiliki kepribadian yang berbeda. Lain halnya dengan penelitian Jones (dalam Pines, 1999), bahwa ternyata perbedaan lebih menyenangkan daripada persamaan. Jones menjelaskan bahwa kita merasa senang saat menemukan adanya hal yang mirip dengan orang yang kita sukai, tetapi ternyata lebih menyenangkan saat kita mengetahui bahwa pandangannya berbeda dengan yang kita miliki. Hal ini terjadi, ketika menyukai seseorang yang memiliki opini  berbeda dengan kita, kita mengasumsikan bahwa orang tersebut menyukai kita apa adanya, dan bukan karena opini kita. Keuntungan yang dapat diperoleh dari ber-interaksi dengan orang yang memiliki sikap berbeda adalah kita lebih dapat belajar hal-hal yang baru dan bernilai darinya (Kruglanski & Mayseless, 1987, dalam Pines, 1999).
  • Reciprocal Liking: Faktor lain yang juga mempengaruhi ketertarikan kita kepada orang lain adalah bagaimana orang tersebut menyukai kita. Secara umum, kita menyukai orang lain yang juga menyukai kita, dan tidak menyukai orang lain yang juga tidak menyukai kita. Dengan kata lain, kita memberikan kembali (reciprocate) perasaan yang diberikan orang lain kepada kita (Dwyer, 2000). Dwyer menambahkan bahwa  pada dasarnya, ketika kita disukai orang lain, hal tersebut dapat meningkatkan self-esteem (harga diri), membuat kita merasa bernilai, dan akhirnya mendapatkan positive reinforcement.
C. Hubungan Peran

  • Model Peran
Menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
  • Konflik
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut
  • Adequacy Peran dan Autentisitas Dalam Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
  • Intimasi dan Hubungan Pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim. Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak. Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain. Adapun bentik intim terdiri dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan. Lebi h jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan pada bagian berikut :

1. Persaudaraan
Hubungan intik ini didasarkan pada hubungan darah. Hunungan intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam keluarga kecil. Pada persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan keakraban.

2. Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi atau tanda-tanda bila dalam hubungan interpersonal terjadi persahabatan yaitu : sering bertemu, merasa bebas membuka diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling tergantung diantara mereka.

3. Percintaan
Persabatan antar priab dan wanita bisa berubah mejadi cinta, jika dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual. Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan satu proses yang namanya jatuh cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan mendasar antara persahabatan dan cinta.

D. Intimasi dan Hubungan Pribadi

Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
  • Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
  • Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
  • Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
  • Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
  • Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.

Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.

E. Intimasi dan Pertumbuhan

Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.

Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
  1. kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
  2. kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
  3. kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
  4. kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
  5. kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus.

Sumber: 


Saturday, April 16, 2016

STRESS

A. Pengertian Stress

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.

Menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.

B. Faktor-Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress


1.  Sumber-sumber stress didalam diri seseorang: Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa sakit dan umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.

2.  Sumber-sumber stress di dalam keluarga: Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti: perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).

3.  Sumber-sumber stress didalam komunitas dan lingkungan: interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stress. Contohnya: pengalaman stress anak-anak disekolah dan di beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.

4.  Pekerjaan dan stress: Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan mereka. Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan berkelanjutan didalam jangka waktu yang lama.

5.  Stress yang berasal dari lingkungan: lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik, seperti: kebisingan, suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado,tsunami). Stressor lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat teknologi modern seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir (Peterson dkk, 1991) dan faktor sekolah (Graham,1989).

C. General Adaption Syndrome (GAS)

Dengan bahasa latin, Hans Selye,M.D. menjelaskan tahapan stress ini dan menyebutkan sebagaiThe General Adaptation Syndrome (GAS), menurut Selye GAS juga terdiri dari 3 tahap :
1.     Reaksi terkejut (alarm reaction) ketika tubuh mulai mendeteksi stimulus dari luar
2.    Adaptasi (adaptation) ketika mengeluarkan perangkat pertahanan melawan sumber   stress (stressor).
3.     Kelelahan (exhaustion) ketika tubuh mulai kehabisan daya pertahanannya.

D. Tipe-Tipe Stress Psikologis

  • Tekanan: hasil hubungan antara peristiwa-peristiwa persekitaran dengan individu. Paras tekanan yang dihasilkan akan bergantung kepada sumber tekanan dan cara individu tersebut bertindak balas. Tekanan mental adalah sebagian daripada kehidupan harian. Ia merujuk kepada kaedah yang menyebabkan ketenangan individu terasa di ancam oleh peristiwa persekitaran dan menyebabkan individu tersebut bertindak balas. Anda boleh mengalami tekanan ketika di tempat kerja, menyesuaikan diri dengan persekitaran baru, atau melalui hubungan sosial. Tekanan mental yang sederhana boleh menjadi pendorong kepada satu-satu tindakan dan pencapaian tetapi kalau tekanan mental anda itu terlalu tinggi, ia boleh menimbulkan masalah sosial dan seterusnya menggangu kesehatan anda.
  • Frustasi: adalah suatu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
  • Konflik: Berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
  • Kecemasan: Banyak pengertian/definisi yang dirumuskan oleh para ahli dalam merumuskan pengertian tentang kecemasan. Beberapa ahli yang mencoba untuk mengemukakan definisi kecemasan, antara lain:

  1. Maramis (1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
  2. Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.
E. Symptom-Reducing Responses terhadap Stress


Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.

Mekanisme Pertahanan Diri

  • Indentifikasi: Suatu cara yang digunakan individu untuk mengahadapi orang lain dengan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen pembimbingnya memiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah, dan sebagainya, maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti dosennya.
  • Kompensasi: Seorang individu tidak memperoleh kepuasan dibidang tertentu, tetapi mendapatkan kepuasaan dibidang lain. Misalnya Andi memiliki nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olahraga yang ia miliki sangat memuaskan.
  • Overcompensation / Reaction Formation: Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara, beraksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara san menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
• Sublimasi: Suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.

  • Proyeksi: Mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat bain sendiri pada objek diluar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu Proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namu n ia berkata temannya lah yang tidak menyukainya.
  • Introyeksi: Memasukan dalam diri pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya seorang wanita mencintai seorang pria lalu ia memasukkan pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya.
  • Reaksi Konversi: Secara singkat mengalihkan koflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik. Misalnya belum belajar saat menjelang bel masuk ujan, seorang anak wajahnya menjadi pucat berkeringat.
  • Represi: Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia di marahi oleh bosnya tadi siang.
  • Supresi: Menekan konflik impuls yang tidak dapat diterima secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya. Misalnya dengan berkata “Sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu lagi.”  
  • Denial: Mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnay seorang penderita diabetes memakan semua makanan yang menjadi pantangannya.
  • Regresi: Mekanisme perilaku seorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan. Misalnya artis yang sedang digosipkan selingkuh karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
F. Pendekatan "Problem-Solving" terhadap Stress

Dukungan sosial dan konsep-konsep terkait : beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau ‘kualitas hubungan’ (Winnubst dkk,1988). 
Menurut Robin & Salovey (1989) perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang penting. Akrab adalah penting dalam masalah dukungan sosial, dan hanya mereka yang tidak terjalin suatu keakraban berada pada resiko. Para ilmuan lainnya menetapkan dukungan sosial dalam rangka jejaring sosial
Wellman (1985) meletakkan dukungan sosial didalam analisis jaringan yang lebih longgar: dukungan sosial yan hanya dapat dipahami kalau orang tahu tentang struktur jaringan yang lebih luas yang didalamnya seorang terintegrasi. Segi-segi struktural jaringan ini mencangkup pengaturan-pengaturan hidup, frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan dalam jaringan sosial (Ritter,1988). 
Rook (1985) menganggap dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian (atau ikatan) sosialSegi-segi fungsional mencangkup : dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material (Ritter, 1988). Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.

Dukungan sosial sebagai ‘kognisi’ atau ‘fakta sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb, 1983).
Jenis dukungan sosial :
  1. Dukungan emosional
  2. Dukungan penghargaan
  3. Dukungan instrumental
  4. Dukungan informatif


Sumber:

Christian,M.2005.Jinakkan stress.Bandung:Nexx Media
Smet,Bart.1994.Psikologi kesehatan.Jakarta:Gramedia.


Sunday, April 10, 2016

PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN

A. Penyesuaian Diri

Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda (Calhoun dan Acocella dalam Sobur, 2003:526).

Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).


Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita, 2009:195) ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup aspek-aspek :
  • Kemantapan suasana kehidupan emosional
  • Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
  • Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
  • Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri

b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek :
  • Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
  • Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
  • Kemampuan mengambil keputusan
  • Keterbukaan dalam mengenal lingkungan

c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek :
  • Keterlibatan dalam partisipasi sosial
  • Kesediaan kerjasama
  • Kemampuan kepemimpinan
  • Sikap toleransi

d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek :

  • Sikap produktif dalam mengembangkan diri
  • Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
  • Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
  • Kesadaran akan etika dan hidup jujur


Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:

Adaptive

Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.

Adjustive

Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.


Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung dalam Nofiana, 2010:17):
  • Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
  • Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb.


Karakteristik Penyesuaian Diri

     Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:17) karakteristik penyesuaian diri antara lain:

  • Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan. Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi berbagai kejadian dalam hidup
  • Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah yang dihadapi terasa ringan.
  • Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi dan gejala-gejala kelainan jiwa.
  • Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional
  • Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.
  • Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah didasarkan pada realita dan pemikiran objektif.


Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:19) aspek-aspek penyesuaian diri antara lain:
  • Penyesuaian Pribadi. Kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
  • Penyesuaian Sosial. Mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman, atau masyarakat luas secara umum.


B. Pertumbuhan Personal


Penekanan Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.

Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan dimana diferensiasi, artikulasi dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.


Penyesuaian diri dan pertumbuhan

Penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan, karena memiliki banyak arti dan tidak memiliki patokan jelas untuk menilai nya. Menurut Kartono, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri.

Pengertian penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain.

Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
  • Penyesuaian sebagai adaptasi --- Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
  • Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas --- Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
  • Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan --- Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.

Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).


Variasi Dalam Pertumbuhan

Pertumbuhan yang di alami dan terjadi pada diri individu bervariasi, pasti tidaklah sama antara individu yang satu dengan yang lain. Dan tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena terkadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Hal ini yang menyebabkan mengapa adanya variasi dalam pertumbuhan. Variasi Pertumbuhan mencakup Kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial dan Tanggung jawab dalam hubungan intrapersonal.

Kondisi dan tahapan memulai pertumbuhan

Faktor lainnya yang memengaruhi proses penyesuaian diri individu yaitu kondisi untuk tumbuh dimana dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan  “dimana dan seperti apa kondisi individu untuk tumbuh?”.

Lingkungan yang berbeda akan menimbulkan kondisi individu untuk bertumbuh yang berbeda, sehingga menyebabkan penyesuaian diri untuk kondisi lingkungan untuk tumbuh itu juga akan berbeda. Misalkan lingkungan dengan kondisi yang serba berkecukupan, kasih sayang yang diberikan orang tua berlimpah, pola asuh yang demokratis yang diterapkan oleh orang tua juga akan menciptakan penyesuaian diri dengan kondisi bertumbuh yang berbeda dengan kondisi lingkungan dimana kebutuhan ekonomi terkecukupi dengan baik, tetapi kasih sayang yang diberikan dari orang tua ke individu tersebut kurang serta adanya perasaan bahwa dia diabaikan oleh orang tua nya. Walaupun dari tingkat yang sama dilihat dari ekonomi yang setingkat, akan tetapi banyak faktor lain yang membuat penyesuaian diri pada individu menjadi lebih kompleks. Apalagi jika dibandingkan dengan tingkat ekonomi yang jauh lebih rendah, maka penyesuaian diri sesuai dengan kondisi lingkungan tumbuh yang lain pun akan berbeda untuk mengatasi berbagai persoalan hidup yang pelik ini.


Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan diri yaitu:

  •        Faktor Biologis/genetis

Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang baik seperti tangan, kaki, kepala, dan lain lain. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa kesamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada juga warisan biologis yang bersifat khusus yang dilihat dari masa konsepsi, bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupannya, menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, warna rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti tempramen, potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

  •        Faktor Geografis

Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan menimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.

  •        Faktor Kebudayaan

Khusus perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di atas pengaruh dari lingkungan seperti keluarga, maupun masyarakat akan memberikan dampak pertumbuhan bagi individu. Seiring berjlanannya waktu maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.


Fenomenalogi Pertumbuhan

Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang  dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983). Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan – tulisan Carl Rogers.

Carl Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan:
  • Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
  • Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan 
  • Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.

Dalam tulisan-tulisan carl roger terdapat fenomenologi.
  • “Tiap individu ada dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, dimana dia menjadi pusatnya”
  • "Individu bereaksi terhadap medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)“
  • “Individu bereaksi terhadap medan phonomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi (organized whole)“
  •  “Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan diri.“
  •  “Pada dasarnya tingkah laku itu adalah usaha individu yang berarah tujuan (goal directed, doelgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan –kebutuhan sebagaiana dialaminya, dalam medan sebagaimana diamatainya.“



Sumber:

Schultz, Duane. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta : PT. Kanisius (Anggota IKAPI)
Semium, Yustinus (2006) Kesehatan mental 1. Yogyakarta: PT. Kanisius
Alex Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Kartini Kartono, 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Nofiana Sari, 2010. Pengaruh rasa percaya diri dan penyesuaian diri terhadap kemampuan berinteraksi social siswa kelas X di SMK Negeri 2 Pacitan. Skripsi tidak diterbitkan. Madiun: BK FIP IKIP PGRI Madiun